Layanan Musik Streaming Makin Populer

musik-streaming

Mudah-mudahan loe belum bosen baca tulisan gue tentang layanan musik streaming. Banyak sekali berita terkini terkait dengan perkembangan musik streaming. Baik itu di Indonesia ataupun yang terjadi di luar negeri. Gue tuangkan dalam blog Music Enthusiast ini sebagai catatan pribadi dan juga lini waktu sejarah yang gue buka untuk dibaca khalayak banyak seperti loe. Dan seperti biasa, tulisan disini adalah buah pikir pribadi.

Banyak Yang Menyambut Baik Layanan Streaming Musik

Kehadiran internet dengan kemudahan yang ditawarkannya membuat musik menghadapi satu tantangan terbesar, pembajakan masif. Namun internet juga membawa kemudahan dan percepatan distribusi asalkan dikawal dengan aturan dan hukum yang tegas dari Negara.

Contohlah Swedia. Saat proses hukum terhadap situs Pirate Bay berjalan dan peraturan baru pemerintah yang berkaitan dengan anti-pembajakan diterapkan di tahun 2009, masyarakat Swedia perlahan beralih mengkonsumsi musik ditempat yang resmi. Kehadiran bisnis model berlangganan yang ditawarkan oleh layanan musik streaming membantu proses transisi kebiasaan menikmati musik dengan menghargai hak kreator nya. Riset yang dikeluarkan GfK tahun 2013 menyebutkan 9 dari 10 pelanggan Spotify sudah jarang mengkonsumsi musik ditempat yang tidak resmi. Pertumbuhan ditengah tahun 2014 yang dicatat oleh IFPI Swedia ada lebih dari 10% dari sektor musik digital yang juga termasuk streaming sementara penurunan terjadi di sektor musik fisik hingga sekurangnya 40%.

Italia pun mencatat kesuksesan yang sama berkat mengadopsi layanan streaming musik. FIMI, organisasi industri musik di Italia, mengungkapkan pertumbuhan sebesar 7% dari total keseluran industri musik. Sumbangsih terbesar adalah dari pertumbuhan musik digital yang tercatat hingga 43% dibandingkan di tahun sebelumnya.

Yang Nggak Suka Juga Ada

Pertumbuhan dari layanan streaming musik tadi bukan tanpa cacat cela. Para kreator memandang pertumbuhan ini sebagai ancaman terhadap pendapatan mereka. Bukan berarti kreator tidak mendapatkan haknya, tetapi hukum hak cipta yang ada sekarang ini terasa sudah ketinggalan jaman. Kreator yang diwakili oleh organisasi seperti ASCAP dan BMI mendesak pemerintah melakukan amandemen terhadap perhitungan royalti yang ada.

Loe pasti inget saat pentolan Radiohead, Thom Yorke, menyerang layanan streaming musik Spotify beberapa waktu silam. Dengar pendapat di parlemen di Amerika Serikat sedang berlangsung sangat insentif di musim panas tahun ini untuk melihat lebih jauh dari kehadiran layanan musik streaming. Aturan dari Copyright Board yang diteken tahun 2012 yang mengatur angka royalti mekanikal pada lisensi compulsory yang dibayarkan oleh layanan musik dirasa memberatkan para penulis lagu. Lisensi compulsory adalah royalti yang dibayarkan kepada penulis lagu saat lagu mereka digunakan kedalam rekaman CD atau rekaman fisik lainnya, download, ringtone dan juga layanan streaming yang bersifat on-demand.

Inovasi atau kehadiran solusi baru untuk menyelesaikan suatu masalah terkadang memang perlu disikapi dengan penyesuaian aturan-aturan yang sudah ada. Per Sundin, SVP Universal wilayah Skandinavia, merasa berbeda. Menurutnya layanan streaming musik memberikan kebebasan demokratis untuk semua orang dalam menikmati musik.

Semalem, gue menemukan artikel di Yahoo! yang menguak berapa royalti yang dibayarkan oleh layanan streaming musik. Mengutip dari situs ini, Spotify memberikan hingga $0.0084 tiap satu lagu diputar. Xbox Music dari Microsoft memberikan $0.036 tiap satu lagu diputar. iTunes Radio milik Apple membayarkan $0.0033 tiap lagu diputer. Situs The Trichordist membuat index royalti yang dibayarkan oleh layanan streaming musik yang dipublikasikan awal tahun ini. Dari sini dapat terlihat siapa yang membayar royalti lebih baik.

index trichordist

Dan Kita Lihat Indonesia

Layanan streaming musik di Indonesia juga tengah bergeliat. Kehadiran Deezer, MixRadio, Rdio dan Guvera ditengah masyarakat Indonesia, memberikan pilihan menikmati musik yang bertanggung jawab dengan mengakses dari yang resmi demi kemajuan industri musik itu sendiri. Di pasar Indonesia yang punya populasi 251 juta dengan penetrasi internet baru 29% (wearsocial.org), rasanya masih banyak ruang untuk bertumbuh lagi.

Guvera dengan sigap mencoba untuk menggapai potensi pasar Indonesia ini. Dari The Jakarta Globe, Guvera melakukan banyak penyesuaian demi memikat pasar Indonesia. Kolaborasi dengan operator XL untuk menghadirkan pembayaran yang lebih mudah diluncurkan. Pembayaran ini melengkapi opsi voucher dan kartu kredit yang lebih dulu ada. Fitur Guvera Play yang lalu diperkenalkan mempermudah penggunanya mendengarkan musik tanpa ribet menyusun lagu.

Guvera juga dengan gamblang membuka informasi tentang penggunanya yang menghabiskan 48 menit setiap hari untuk mendengarkan lagu. Itu setara hampir 10 lagu dengan durasi 5 menit atau nyaris satu album didengarkan setiap hari oleh satu pengguna Guvera. Menurutnya, dengan pengguna yang didominasi oleh kaum hawa, setidaknya sekitar 50% dari total penggunanya akan terus berlangganan Guvera. Target pertumbuhan 100% di kwartal mendatang adalah optimisme yang ingin dicapai.

Pintu Indonesia masih terbuka lebar. Menurut Dyah Isnaemi, beberapa layanan lain siap beroperasi, “Masih belum puas, tunggu saja sebentar, menurut kabar yang beredar Spotify, Akazoo, KKBox, Wimp dan Boinc akan siap memasuki pasar di tahun ini”. Dyah saat ini bekerja di Virgo Ramayana yang mana artisnya ada Slank yang mana Slank sempat menjadi icon untuk Deezer saat meluncurkan layanannya secara resmi di Indonesia.

Related Posts

Playlist: Laidback Remedy

Picture yourself sinking into a cozy couch, sipping your favorite drink, as the sultry sounds...

AI & The Fading Influence of the Music Curator.

It has been some time since I wrote about the developments in music. A Bloomberg...