Selasa tanggal 14 Oktober, Ibu Mari Elka Pangestu secara resmi mengumumkan terbitnya buku Rencana Pembangunan Jangka Panjang Ekonomi Kreatif Indonesia. Buku yang berisikan penjabaran dari rencana 15 sub sektor Ekonomi Kreatif Indonesia ini dalam rangka memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, menjadi sebuah buku yang teramat ditunggu-tunggu bagi insan kreatif dan juga bagi pemerintah.
Menata Ekonomi Kreatif Indonesia
Seperti yang pernah gue tuliskan di blog Music Enthusiast sebelumnya, Ekonomi Kreatif ini menjadi tumpuan baru oleh pemerintah untuk memberikan pemasukan yang besar. Pengembangannya pun telah menjadi perhatian khusus Pemerintah sekurangnya dalam sepuluh tahun belakangan. Kehadiran Kementrian yang bergerak untuk mendorong sektor Ekonomi Kreatif adalah satu tanda kemajuan dari negara berpotensi dengan penduduk ratusan juta ini.
Negeri Roma pun tidak dibangun dalam waktu semalam. Begitupun pembuktian keberhasilan dari Ekonomi Kreatif dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional masih perlu waktu. Maka itu, Pemerintah masih terus memacu dan menjawab tantangan-tantangan dalam membuat rencana jangka panjang hingga tahun 2025 demi menjawab isu-isu strategis.
Ada tujuh buah isu strategis yang menurut Pemerintah perlu diatasi dulu:
- Ketersediaan sumber daya manusia kreatif yang profesional dan kompetitif;
- Ketersediaan bahan baku yang berkualitas, beragam dan kompetitif;
- Pengembangan Industri yang berdaya saing, tumbuh dan beragam;
- Ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif;
- Perluasan pasar bagi karya, usaha dan orang kreatif;
- Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan
- Kelembagaan dan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif.
Perhatian Untuk Sub Sektor Musik Sangat Diperlukan
Dikutip dari buku ini, jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap Sub Sektor industri musik pada tahun 2013 mencapai 55,968 tenaga kerja. Ini dirasa masih terlalu kecil dibandingkan subsektor lainnya. Dan jumlah ini memberikan kontribusi sebesar 0,47% dari total tenaga kerja ekonomi kreatif.
Walau begitu, seandainya saja bisa ditilik kembali definisi dari “tenaga kerja sub sektor industri musik” bisa jadi akan menambah angka tersebut. Karena jika menilik pada klasifikasi profesi yang digunakan Badan Pusat Statistik tidak mencatat seluruhnya profesi yang berhubungan dengan industri musik. Seperti yang gue pernah tuliskan disini.
Untungnya saja kita baru memiliki Undang Undang Hak Cipta yang baru yang akan menggantikan UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Banyak kemajuan yang bisa didapat dari Undang Undang Hak Cipta yang baru ini terutama untuk mendorong Ekonomi Kreatif. Apalagi jika Undang Undang ini dilengkapi dengan perangkat yang kuat dan sinergi antara para pelaku industri.
Tanggung Jawab Kita Bersama
Berhentilah kita bersikap apatis terhadap peluang yang ada dari Ekonomi Kreatif Indonesia. Pada kesempatan Selasa malam lalu, Bu Mari Elka Pangestu yang mengakhiri masa jabatannya sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 di masa Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono, masih tetap optimis dan semangat untuk berjuang bersama Ekonomi Kreatif Indonesia.
Menurutnya, bukan berarti dia bukan lagi Menteri tetapi tidak bisa berkontribusi. Beliau menyinggung istilah Quad Helix dimana inovasi atau perubahan itu dapat muncul atas peran empat elemen yaitu Pemerintah, Akademisi, Pengusaha dan juga Masyarakat, dan dia merasa yakin meski posisinya tidak lagi di Pemerintahan tetapi bisa mengisi di helix-helix lainnya.
Wah, jika beliau saja yakin bangsa Indonesia bisa maju dengan Ekonomi Kreatifnya kenapa kita tidak? Yuk mari kita baca-baca informasi yang bagus berikut ini: