I picked up this book again as I prepare for my next trip. I think I bought it four or five years ago at Wardah Books, and honestly, the theme feels as fresh and relevant now as it did back then.
As a perfectionist, I’ve always pushed myself to do everything perfectly. But over time, I didn’t realize how much stress that brought me. I forgot that there’s an Almighty who holds the ultimate Masterplan.
The Art of Letting God has been such a grounding reminder for me. The book opens with the powerful question, “Is Allah not enough for His servant?” This book has 21 chapters and you can read them in order or just pick the ones that speak to you most.
What hit home for me is chapter seven, “What People Say?. I’ll admit, I’m a pretty judgmental person. My mind constantly races with criticisms and mostly about myself. From worrying that people will think I look weird if I wear something pink, to spiraling over what might happen if I fail a project. Will people doubt my degree, my skills? Will they think I’m just another Nepo baby or that I got lucky?
The reminder in this chapter really struck me: “People will always be entitled to what they say, even though they don’t have to be mean or harsh…”
The antidote? Forgiveness and acceptance. Forgiving those who may have been hars, even if their words came from a place of trying to help. And accepting that in life there are many things beyond our control. Remember, Allah always seed us in potential greatness to be better and do more good.
There’s so much more wisdom packed into this book. Ustadz Mizi does a beautiful job of connecting these lessons to the Quran, Hadith and parables from his personal stories, making them feel both personal and universal. I highly recommend The Art of Letting God to anyone in need of some comforting, faith-driven guidance.
Buku ini saya baca lagi saat persiapan “liburan” akhir tahun ini. Rasanya saya beli buku ini empat atau lima tahun lalu di Wardah Books, dan jujur saja, tema dalam buku ini tetap terasa segar dan relevan seperti saat pertama kali saya membelinya.
Sebagai seorang perfeksionis, saya selalu ingin melakukan segalanya dengan sempurna. Namun seiring waktu, saya tidak menyadari betapa hal itu berdampak pada stress di diri saya. Saya lupa bahwa ada Yang Maha Kuasa yang memegang Maha Merencanakan
The Art of Letting God menjadi pengingat yang sangat menenangkan bagi saya. Buku ini dibuka dengan pertanyaan yang sangat kuat, “Bukankah Allah sudah cukup bagi hamba-Nya?”
Buku ini memiliki 21 bab yang bisa dibaca secara berurutan, atau Anda bisa memilih bab mana yang ingin dibaca sesuai dengan keadaan Anda saat ini.
Yang paling mengena bagi saya adalah bab tujuh, “Apa Kata Orang?” (“What People Say?). Bab ini cukup makjleb buat saya yang judgemental. Pikiran saya terus-menerus dipenuhi kritik, terutama terhadap diri sendiri. Mulai dari kekhawatiran bahwa orang akan menganggap saya aneh jika saya memakai baju yang warnanya pink, hingga ketakutan berlebihan tentang apa yang akan terjadi jika saya gagal dalam pekerjaan. Apakah orang akan meragukan gelar dan kemampuan saya? Apakah mereka akan berpikir bahwa saya hanya seorang “Nepo baby” atau sekadar beruntung?
Pengingat dari bab ini sangat mengena: “Orang akan selalu berhak untuk berpendapat dan ngomong apa saja sesukanya, meskipun mereka tidak harus bersikap kasar atau menyakitkan…”
Solusinya? Memaafkan dan menerima. Memaafkan mereka yang mungkin berkata kasar, karena mungkin saja niat mereka sebenarnya adalah baik. Dan menerima bahwa dalam hidup, ada banyak hal yang berada di luar kendali kita. Ingatlah, Allah selalu menanamkan potensi kebaikan dalam diri kita untuk menjadi lebih baik dan melakukan lebih banyak kebaikan.
Ada begitu banyak hikmah lain dalam buku ini. Ustadz Mizi dengan sangat baik menghubungkan pelajaran-pelajaran ini dengan Al-Quran, Hadis, dan kisah-kisah pribadinya, sehingga terasa dekat dan universal. Saya sangat merekomendasikan The Art of Letting God kepada siapa saja yang membutuhkan kata-kata lembut yang penuh iman dan tuntunan.